Kamis, 24 Januari 2013

Hafalan Shalat Delisa : Belajar Dari Bocah 6 Tahun



Akhirnya muncul juga sebuah film yang bisa membuat kamu sadar meski penyesalan itu selalu datang terlambat. Sebuah film karya Sony Gaokasak dibawah naungan PT. KHARISMA STARVISION PLUS membuat airmata kamu bakal berguguran jatuh menetes di pipi ketika melihatnya. Sebuah karya yang bisa mengingatkan kenangan indahmu bersama sang ibu dimana wanita yang telah melahirkan kamu ke dunia telah tenang berada di Surga.

Sungguh-sungguh memilukan. Usut punya usut, film yang akan tayang di bioskop Indonesia pada 22 Desember mendatang itu diadaptasi dari sebuah novel karya  Tere-Liye. Novel berjudul HAFALAN SHALAT DELISA yang terbit pertama kali pada tahun 2005 sudah memasuki cetakan keempat dua tahun setelah terbit. Dan mungkin saja saat ini masih banyak pembaca novel yang mengincar seiring dengan pemutaran film tersebut di layar lebar.
Mengambil setting peristiwa Tsunami di Aceh, buku ini penuh dengan konflik di setiap bagian. Diawali dengan cerita tentang keluarga kecil di Lhok Nga, keluarga Usman. Ummi, Cut Fatimah, Cut Zahra, Cut Aisyah, dan si bungsu Delisa yang merupakan tokoh sentral di novel ini. Drama kehidupan sosial masyarakat Aceh pun dimulai. Religius, sederhana dan tenang. Sampai akhirnya peristiwa Tsunami terjadi, meliukkan tarian kematian, mengubah mimpi jadi tangisan.Itu baru cerita novel. Bagaimana dengan filmnya sendiri? Tentu nggak kalah bagus dan sangat menyayat hati lantaran bisa kita nikmati secara visual.
Delisa (Chantiq Schagerl) gadis kecil yang periang, tinggal di Lhok Nga desa kecil di pantai Aceh, mempunyai hidup yang indah. Sebagai anak bungsu dari keluarga Abi Usman (Reza Rahardian), ayahnya bertugas di sebuah kapal tanker perusahaan minyak Internasional. Delisa sangat dekat dengan ibunya yang dia panggil Ummi (Nirina Zubir), serta ketiga kakaknya yaitu Fatimah (Ghina Salsabila), dan si kembar Aisyah (Reska Tania Apriadi) dan Zahra (Riska Tania Apriadi).
Pada suatu hari, Delisa mendapatkan tugas dari gurunya, Ibu Guru Nur, untuk menghafal bacaan shalat. Ummi Delisa memberikan motivasi sekaligus imbalan hadiah kalung jika ia berhasil untuk menghafal bacaan shalat tersebut.
Kalung berinisial ‘D’ yang berarti Delisa
Tekadnya yang kuat dibantu oleh kakak-kakanya serta Pak Ustadz Rahman, guru TPA Delisa. Ia bertekad harus lancar saat praktik bacaan shalat di depan Ibu Guru Nur dan teman-temannya. Shalat yang sempurna baginya untuk pertama kali.

26 Desember 2004, Delisa bersama Ummi sedang bersiap menuju ujian praktek shalat ketika tiba-tiba terjadi gempa yang cukup membuat ibu dan kakak-kakak Delisa ketakutan.
Tiba-tiba tsunami menghantam, menggulung desa kecil mereka, menggulung sekolah mereka, dan menggulung tubuh kecil Delisa serta ratusan ribu lainnya di Aceh serta berbagai pelosok pantai di Asia Tenggara.
Delisa berhasil diselamatkan Prajurit Smith, setelah berhari-hari pingsan di cadas bukit. Sayangnya luka parah membuat kaki kanan Delisa harus diamputasi. Penderitaan Delisa menarik iba banyak orang.Prajurit Smith sempat ingin mengadopsi Delisa bila dia sebatang kara, tapi Abi Usman berhasil menemukan Delisa. >>>
elisa bahagia berkumpul lagi dengan ayahnya, walaupun sedih mendengar kabar ketiga kakaknya telah pergi ke surga, dan Ummi belum ketahuan ada di mana. 
Delisa bangkit, di tengah rasa sedih akibat kehilangan, di tengah rasa putus asa yang mendera Abi Usman dan juga orang-orang Aceh lainnya, Delisa telah menjadi malaikat kecil yang membagikan tawa di setiap kehadirannya.
Walaupun terasa berat, Delisa telah mengajarkan bagaimana kesedihan bisa menjadi kekuatan untuk tetap bertahan. Walau airmata rasanya tak ingin berhenti mengalir, tapi Delisa mencoba memahami apa itu ikhlas, mengerjakan sesuatu tanpa mengharap balasan.

"Delisa cinta Ummi karena Allah"
Kalimat tersebut pernah diucapkan Delisa di depan Umminya. Dan untuk kedua kalinya, bocah 6 tahun itu mengucapkan kalimat itu lagi dan mengganti kata Ummi menjadi Abi. Abi Usman yang sempat kehilangan arah mendadak berurai airmata mendengar ucapan bungsunya. Ucapan Delisa yang semakin membuatnya tegar dan tak pernah mengeluh meski harus berjalan tanpa dua kaki. Akhir cerita, Delisa yang sempurna membaca bacaan shalat untuk pertama kalinya mendapatkan sebuah hadiah dari Allah, hadiah yang tak bisa dinilai dengan apapun dan seolah mengobati rasa rindunya yang mendalam pada Ummi. Ia menemukan jasad (tulang belulang) bundanya yang selama ini hilang akibat tsunami dalam keadaan memegang kalung yang akan dihadiahkan padanya itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar