Sekali-kali film butuh sentuhan tak lazim dari sang sutradara. Seperti
David Lynch, yang mengurai cerita cinta dengan bumbu serba muskil dan
‘gila’. Kegilaan Lynch di film Wild at Heart , sudah dimulai
sejak menit pertama film ini diputar. Saat di mana Lula Fortune ( Laura
Dern) memacu nafsu seks bersama Sailor Ripley ( Nicolas Cage).
“Seandainya kita bisa bercinta sepanjang hidup, masa depan akan
sedemikian indah dan sederhana”. Inilah penggalan kata dari Lula, yang
berucap sambil bersandar di dada sang kekasih.
Benarkah hidup akan indah hanya dengan bercinta habis-habisan? Rasanya,
tidak, tapi buat Lynch mungkin sebaliknya. Ia seolah memberi penekanan
bahwa dunia yang serba gila ini, harus dihadapi dengan kegilaan pula.
Lynch memang sineas ‘rada-rada’, imajinasinya dalam film, terkadang
membuat penonton pusing atau terkaget-kaget.
Di film sebelumnya, Blue Velvet , Lynch mengeksplorasi Dorothy
Vallens (Isabella Rossellini) yang harus disiksa dulu sebelum bercinta
dengan Frank Booth (Dennis Hooper). Pria ini digambarkan Lynch sebagai
maniak seks yang senang mengenakan topeng sebelum bercinta. Di film
‘Wild at Heart’ Lynch lebih gila lagi, ia memberi banyak adegan yang
kurang rasional, sebagai bumbu untuk melapis tema sederhana di film ini.
Jadi ini film bertema sederhana? Ya, memang begitulah adanya. Ceritanya, setelah adegan bercinta tadi, Lula dan Sailor melarikan diri ke California untuk menghindari ibu Lula, Marietta (Dianne Ladd), yang tak menyetujui hubungan mereka. Wanita paruh baya ini, memerintahkan pacar barunya, Johnny Farragut (Harry Stanton), untuk mengejar Lula dan Sailor. Di masa pengejaran inilah, masa lalu Lula, terungkap. Ketika ayah Lula masih hidup, Marietta memiliki kekasih gelap bernama Marcello Santos (J.E. Freeman). Sailor, saat itu, bekerja sebagai sopir Santos dan mencium hubungan gelap ini. Suatu malam, Santos dan Marietta bersekongkol membunuh ayah Lula. Di sini, Lynch menunjukkan perbedaan. Persekongkolan dan pembunuhan, yang biasanya dilakukan dengan laras senjata, atau diracun, diganti Lynch dengan membakar diri. Lula hanya tahu, ayahnya mati bunuh diri karena terbakar. Padahal yang sebenarnya terjadi, ayah Lula mati dibakar sang ibu dan kekasih gelapnya. Di segmen mengenal Lula inilah, sang sineas mengeksplor habis-habisan ide sintingnya. Misalnya, masa kecil Lula yang digambarkan penuh derita, teror, dan kejutan. Yakni, Lula, pernah diperkosa Paman Pooch, teman bisnis ayahnya. Lynch masih belum puas memaparkan Lula, maka dibuatlah adegan Lula aborsi. Wajah tegang, sakit dan kesal bercampur darah, membuat penonton sedikit jijik melihatnya. >>> |
Itulah Lynch, yang begitu ‘sinting’ dengan adegan aborsi. Selesaikah
ulah Lynch sampai di sini? Tidak, ia masih menambahi adegan membuang
janin ke tong sampah. Kita memang sering mendengar aborsi, dan kerap mendapatkan berita tentang janin yang dibuang ke tong sampah. Tapi semua itu sebatas informasi atau berita di teve, surat kabar atau majalah. Tak ada paparan detail, karena yang dibutuhkan memang sebatas info saja. Tapi Lynch, menceritakan fragmen hidup aborsi secara detail.
Lynch memang gila, kalau begini.
Di adegan lain, ada Bobby Peru (Willem Dafoe) dan kekasihnya Perdita
Durango (Isabella Rossellini). Bobby yang berbaju hitam, berambut licin
penuh minyak, dan bergigi mrongos itu ternyata mampu merangsang
Lula hingga Lula terengah-engah. Puas menggoda Lula, Bobby
menjerumuskan Sailor untuk ikut merampok bank, karena tahu isi dompet
Sailor tinggal US$ 40.Polisi datang, mereka terkepung. Saat itu, kita akan berpikir Bobby akan menyerah. Di tangan Lynch, beda, . Bobby malah bunuh diri dengan menembak lehernya sendiri. Kepalanya melesat dan tangannya terpental jauh. Saat itulah, muncul seekor anjing menggondol tangan itu. Bagaimana, Anda masih tak setuju jika Lynch disebut sineas gila? |
Butuh Perkenalan
Untuk memahami film ini, faktor paling penting adalah siap terkejut dan
merasa aneh. Maka sebaiknya, tonton dulu karya Lynch yang lain, sebelum
mata ini bersiap menikmati sajian Wild at Heart. Lula dan
Sailor, adalah potret remaja 90-an, yang nakal tapi tetap ‘remaja’.
Mereka panik, mereka bercinta, mereka marah, semua masih dalam koridor
rahim anak muda.
Tak ada yang aneh dari pasangan ini. Karena itulah, Lynch butuh keanehan
untuk mendarahi filmnya. Kalau hanya mengandalkan yang lurus-lurus
saja, atau biasa-biasa saja, maka Lynch bertaruh filmnya akan jeblok.
Bagi Anda penggemar cinta romansa, maka Lynch masih menyisakan ruang ini
buat Anda. Seperti saat Sailor jingkrak-jingkrak mereka ketika
mendengar musik heavy metal, atau akhir cerita, saat Sailor meniru Elvis
Presley menyanyi Love Me Tender di kap mobil di jalan yang macet.
Seperti dikatakan di awal sub judul tadi, siapapun yang menonton film
ini, harus memahami karya sang sineas, sebelumnya. Maka tak ada salahnya
menonton lagi Elephant Man, Eraserhead, Blue Velvet, dan miniseri TV Twin Peaks. Di beberapa film yang disebut tadi, banyak terangkum adegan aneh, dan kita jangan sampai ikut-ikutan menjadi penonton aneh.
Di luar daftar karya Lynch tadi, ada satu catatan, bahwa penggarapan Wild at Heart tidak serapi Blue Velvet. Karena di film Wild at Heart,
Lynch justru terlalu asyik melayani fantasi otaknya. Tapi siapa sangka,
dengan segala kegilaannya tadi, Lynch mendapat penghargaan Piala
Palme’d’Or di ajang film Cannes.
Di tengah sesaknya film –film ‘lurus’ saat ini, maka menonton film bernyawa zigzag seperti Wild at Heart,
tentunya sangat menyenangkan. Bayangkan saja, lebih dari 11 tahun
silam, film ini dibuat, tapi rasanya film ini tetap hangat, up date dan
tak basi. Apa rahasianya? Ya, segala racikan gila tadi tentunya. Anda
butuh imajinasi ekstrem ? Tontonlah film ini. Selamat bernostalgia dan
jangan takut ‘gila’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar