Kamis, 24 Januari 2013

The Remains of the Day : Noktah Setia Seorang Pelayan

Pelayan tidak selamanya hanya pintar bekerja. Kalau kita jeli, akan tertangkap adanya  kecerdasan, semangat dan jiwa pengabdian dalam diri mereka. Ini bukan hal muskil, karena pelayan juga manusia. Rasa ingin dihargai, adalah permintaan permanen yang harus ditangkap tanpa diminta. Dan, jangan bilang kita adalah tuan yang baik, jika tak mampu menangkap sinyal itu.
Film The Remains of The Day (TROTD) , mengisahkan tentang kecerdasaan, kesetiaan dan pemahaman lain dari seorang pelayan bernama Steven ( Anthony Hopkins). Dia adalah kepala pelayan Sir Darlington di Darlington Hall. Diceritakan,  Steven berangkat ke rumah mantan bawahannya, Miss Kenton ( Emma Thompson). Ia hendak meminta Kenton  kembali bekerja, karena Lord Darlington telah digantikan oleh Mr. Farraday, orang Amerika. Keinginan Steven mencari Kenton, hanyalah ‘bahasa film’ yang ditujukan untuk memberi energi bagi tontonan ini.


Sang sutradara, James Ivory, sebelumnya sudah memberi gambaran lain tentang beda Steven, dengan para pelayan pada umumnya. Pria pendiam itu, pria setia dan pandai menjaga rahasia majikan.
Tamu-tamu Lord Darlington, semasa ia mengabdi, jelas bukan tamu sembarangan. Berbagai ragam profesi para tamu, mulai dari politikus hingga agamawan, senantiasa ia layani dengan baik.
Di meja makan, yang menjadi tempat pertemuan sang tuan dengan para tamunya itu, di sanalah Steven merekam semua pembicaraan.
Termasuk segala pembicaraan rahasia, hingga sang tuan digantikan tuan yang baru lagi, semua rahasia yang ia dengar aman dikandung badan.
Saat Farraday ( Christopher Reeves) duduk menjadi tuan barunya, Steven tetap mengunci rahasia tuan lamanya. Hal ini terjadi, saat tamu Farraday mencoba mengorek rahasia Lord Darlington, mencoba bertanya ini itu, termasuk rahasia soal politik ( pro Nazi) yang dianut sang tuan.
Farraday mencoba mengorek rahasia Lord Darlington
Steven memilih diam. Hal ini membuat para tamu tersinggung, karena ada pelayanan yang berani menentang kemauan mereka. Ketika mereka menawarkan detail gunjingan itu, agar diiyakan oleh Steven, lagi-lagi ia menolak. >>>
Farraday diam-diam merasa salut dengan pelayannya ini. Para tamu yang marah, tersinggung dan kesal, coba dibujuk Farraday sebisa dia lakukan.
Berlatar belakang kehidupan bangsawan Inggris di era 1930-an, maka pelayan jauh lebih marginal kedudukannya. Ia tak memiliki kuasa apapun atas hidupnya, tapi Steven berbeda. Ia bukan hendak menentang, tapi sang pelayan coba memberi satu sajian mendasar bahwa pelayan hanyalah stempel nasib. Sementara kodrat sebagai manusia, adalah pasti dan harus dijunjung tinggi.
Di luar itu, Steven membuka mata semua para tuan, bahwa pelayan memiliki pengabdian setinggi gunung yang kadang sulit dinalar logika.
Salah satu buktinya, Steven tetap berdinas sebagai pelayan kepala, di saat ayahnya sakit keras. Alasannya sederhana, ia menginginkan semua perjamuan berjalan lancar, tanpa ada cela sedikit pun.
Dramatisasi hal ini, terekam dengan baik, manakala sang sutradara mengeksplore dua sisi berlainan dalam satu situasi. Pertama adalah situasi pesta, di mana Steven bekerja dengan cekatan, teliti dan ingin mengamankan sang tuan dari cela kerja para pelayan bawahan.
Sementara, adegan kedua, adalah situasi hidup dan mati ayahanda Steven. Pria ini sekarat dan tengah menunggu ajal. Tapi Steven memilih untuk tetap berada di rumah tuannya, hingga perjamuan selesai.
Saat diberitahu ayahnya meninggal, Steven tercenung, menangis sebentar dan kemudian tabah lagi.
Rahasia Hati
Sikap tegas Steven diam-diam dikagumi Kenton. Tapi dinginnya Steven, membuat Kenton pergi dan memilih mencari pria lain. Ia pamit dan berharap menemukan pria terbaik. Di situlah, Steven merasa kehilangan. Dalam kehilangannya, ia diminta Farraday tuan barunya, untuk mencari mitra pembantu lain. Maka tak ada sosok lain, yang diingatnya, kecuali Kenton.
Seperti diceritakan di awal tulisan ini, maka pergilah Steven mencari Kenton. Berbekal alamat surat yang pernah dikirimkan Kenton padanya, maka dimulailah pertemuan dua sosok pelayan, yang ternyata diam-diam saling jatuh cinta. Film ini memang lumayan menguras otak, agak sulit mengurainya. Apalagi ceritanya dilator belakangi peradaban perang dunia kedua. Keangkeran Jerman, kehalusan Inggris dan keinginan serba praktis manusia Amerika, harus dipahami lebih dulu, agar tidak bingung saat mencerna dialog dan adegan saat menyaksikan film ini.


Seperti adegan saat tamu Darlington mengorek soal rahasia Pro Nazi. Di sini, sutradara sudah menganggap penontonnya paham tentang maksud ucapan ini. Sebuah pemahaman tentang banyaknya mata-mata, yang melahirkan orang-orang penjual informasi. Di mana semua akibat ini, bermuara dari perang dunia.
Para tamu ingin mendapatkan info tentang Darlington. Sang bangsawan warga Inggris, yang bisa dijatuhkan lagi, jika memang  benar terbukti Pro Nazi.
Ini tentu menjadi kabar besar dan menjadikan keuntungan buat si tamu. Apalagi para tamu dan tuan Farraday adalah orang Amerika, yang digambarkan sebagai pemancing situasi sekaligus memanaskan.
Diamnya Steven, memberi gambaran betapa kuatnya jiwa sang pelayan. Kekuatan yang ampuh untuk mengunci informasi mahal dan penting.
Boleh dicatat, kepiawaian Anthony Hopkins berakting sebagai Steven, menjadi kekuatan film ini. Peraih piala Oscar sebagai dokter Hanibal Lecter dalam The Silence Of The Lambs itu, benar-benar menunjukan kelasnya.
Peran sebagai pelayan, bersikap teguh, adalah kunci paling menawan. Steven juga pria berkarakter. Saat Kenton bertemu dengannya dan menceritakan pernikahannya yang tak bahagia, Steven tetap duduk dan bicara dengan nada hormat.
Selama 20 tahun menikah, Kenton pergi meninggalkan suaminya sebanyak tiga kali. Ini cerita yang digulirkan Kenton buat Steven.  Jelas, Kenton ingin meminta perhatian pada Steven. Tapi pria pelayan, yang digambarkan makin sepuh, mencoba bijak dan memang ia pria bijak.
Steven tak mau mencampuri perasaan Kenton, ia hanya minta Kenton kembali bekerja bersamanya. Lantas, bagaimana dengan urusan hati?
Steven memilih memendamnya, sedalam-dalamnya. Meski tahu, sangatlah mudah Kenton luluh padanya, namun Steven mencegah desakan hatinya sendiri.
Film TROTD  yang diambil dari cerita novel karya Kazuo Ishiguro, memang pantas Anda tonton lagi. Setidaknya, Anda akan menemukan atmosfir baru  sosok  pelayan.
Sosok pengabdi, yang kadang Anda lupakan jasanya. Sosok pintar, yang tanpa sengaja, malah  Anda kuburkan kepandaiannya. Di luar itu, martabat sang pelayan seperti Steven, jauh melampaui martabat para penggede.
Karena Steven tak tergiur jabatan dan uang bertumpuk-tumpuk. Ia juga sanggup bertahan membentengi diri dari goda wanita, juga pandai menjaga rahasia.
 Segala kelebihan, segala keunggulan yang lazimnya dimiliki para penggede, para orang pintar dan para politikus terhormat. Tapi nyatanya, segala lebih itu, dimiliki seorang pelayan belaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar